IKRAR TALAK DI DEPAN SIDANG PENGADILAN AGAMA (Analisis Penerapan Kaidah Tafsir ‘Amr dan ‘Am)

Authors

  • Makinudin . Makinudin IAIN Sunan Ampel Surabaya

DOI:

https://doi.org/10.15642/al-hukama.2011.1.1.70-110

Keywords:

Kaidah Tafsir, Talak di Indonesia, Pengadilan.

Abstract

Hukum Indonesia menyatakan bahwa ikrar talak harus dilakukan di depan sidang Pengadilan Agama, sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 39 ayat 1 dan 2 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1074 tentang Perkawinan, Pasal 65 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama jo Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 tentang Perubahan UU Nomor 7 Tahun 1989 jo Undang-Undang Nomor 50 tentang Perubahan Kedua Atas UU Nomor 7 Tahun 1989 dan Pasal 115 Kompilasi Hukum Islam. Akan tetapi, sampai saat ini masih ada umat Islam Indonesia yang tidak percaya tentang keabsahan undang-undang dan dituangkan dalam perundang-undangan, bahkan mereka menganggap bertentangan dengan fiqh (hukum Islam). Oleh karena itu, diperlukan pembahasan terkait dengan hal tersebut melalui kembali kepada al-Qur’an (fain tanaza’tum fi syayin farudduhu ila Allah wa al-Rasul), melalui reinterpretasi dengan pendekatan kaidah tafsir atau kaidah usul al-fiqh. Berdasarkan penelitian ini, diketemukan (1) Keharusan adanya alasan dalam perceraian sebagaimana berlaku di Indonesia adalah sesuai dengan kandungan surat al-Nisa’ (4): 34-35 dengan menggunakan petunjuk huruf wawu atf pada dalalat al-tartib (menunjukkan berurutan), bukan li mutlaq al-jam’i atau li al-ma’iyyah  (bersama-sama). Oleh karena itu, suami tidak boleh langsung mengunacapkan kata-kata kepada isterinya “anti taliqâ€, harus ada alasan dan tahapan-tahapan yang dilalui dalam perceraian; (2) Putusan Mahkamah Nomor 59 K/Ag/1981 (sumber hukum formil) yang mengharuskan ada saksi dalam pengucapan ikrar talak  adalah sesuai dengan kaidah amar pada lafal wa ashhidu dhaway adl dengan menempatkan kaidah pokok amar (perintah) pada wajib dan menggunakan marji (tempat kebali) bukan kepada lafal aw fariquhun, tetapi dikemalikan lafal fatalliquhun. Dalam hal wa ataf disamaka dengan kaidah syarat, sehingga berlaku syarat/ataf kembali kepada seluruh jumlah, tidak hanya pada jumlah (kalimat) yang terakhir; dan (3) Pelaksanaan ikrar talak harus dilakukan di depan sidang pengadilan agama adalah sesuai dengan penerapan kaidah tafsir/usul a-fiqh pada kaidah ‘am, yaitu hadhf al-ma’mul yufid al-‘umum (membuang ma’mul, yang berupa obyek maf’ul, dharaf atau keterangan adalah menunjukkan umum) dengan melalukan takhrij al-ma’mul (inventarisasi), tanqih al-ma’mul (seleksi) pada lafal wa aqimu al-shahadah li Allah. Artinya, ma’mul yang dibuang pada lafal tersebut berupa lafal “amam al-qadiâ€, sebagaimana Fayruzabadi (Tanwir al-Miqbas), al-Samarqandi (Bahr al-‘Ulum) dan al-Nawawi Banten (Tafsir al-Munir), ‘Ali al-Sayis (Tafsir Ayat al-Ahkam), Sayyid Tantawi (al-Tafsir al-Wasit), dan Wahbah al-Zuhayli (Tafsir al-Munir). Dengan dasar-dasar tersebut, pengucapan ikrar talak di depan sidang Pengadilan Agama adalah sesuai dengan tafsir ahkam atau fiqh (hukum Islam) dengan menggunakan kaidah tafsir atau kaidah usul al-fiqh. Artinya, ikrar talak yang tidak dilakukan di luar sidang pengadilan dianggap tidak pernah terjadi.

Downloads

Download data is not yet available.

Downloads

Published

2011-06-30

How to Cite

Makinudin, M. . (2011). IKRAR TALAK DI DEPAN SIDANG PENGADILAN AGAMA (Analisis Penerapan Kaidah Tafsir ‘Amr dan ‘Am). AL-HUKAMA: The Indonesian Journal of Islamic Family Law, 1(1), 70–110. https://doi.org/10.15642/al-hukama.2011.1.1.70-110

Issue

Section

Articles