PUSAKA ANAK DALAM KANDUNGAN, ANAK ZINA DAN ANAK LI’AN

Authors

  • . Darmawan Darmawan IAIN Sunan Ampel Surabaya

DOI:

https://doi.org/10.15642/al-hukama.2012.2.1.1-18

Keywords:

ahliyatul ada’, ahliyatul wujub, walad ghairu syar’i, anak li’an.

Abstract

Membicarakan manusia sebagai subyek hukum atau kedudukan mukallaf, ilmu fiqih membagi seseorang itu mempunyai dua kecakapan atau dalam istilah fiqihnya “ahliyyahâ€, ialah ahliyatul ada’ atau cakap bertindak dan ahliyatul wujub atau cakap berhak. Cakap bertindak (ahliyatul ada’), dibagi menjadi dua; ahliyatul ada’ kamilah (sempurna) dan ahliyatul ada’ naqisah (tidak sempurna).Yang termasuk orang yang mempunyai ahliyatul ada’ kamilah ialah yang telah mencapai umur dewasa dan sehat akalnya atau ‘aqil baligh. Sedang yang termasuk mempunyai ahliyatul ada’ naqisah ialah mumayyiz, yakni anak yang belum mencapai dewasa, tetapi sudah mempunyai kemampuan tamyiz. Orang yang mempunyai ahliyatul wujub kamilah ialah anak yang dilahirkan dalam keadaan hidup, sedang yang mempunyai ahliyatul wujub naqisah ialah anak yang masih dalam kandungan. Anak dalam kandungan dapat mendapatkan warisan apabila : (1) Anak yang dalam kandungan itu lahir dalam keadaan hidup. (2) Anak itu telah wujud dalam kandungan ibunya, ketika orang yang meninggalkan harta peninggalannya itu meninggal dunia. Anak zina ialah anak yang dilahirkan karena hubungan seorang laki-laki dengan wanita tanpa nikah. Anak yang lahir karena hubungan tanpa nikah tersebut disebut walad ghairu syar’iy, dan orang laki-laki yang menimbulkan kandungan itu disebut ab ghairu syar’iy. Anak hasil zina hanya bernasab pada ibunya saja dan tidak bisa bernasab pada laki-laki yang menzinahi ibunya. Sehingga ia hanya bisa mewarisi harta ibunya saja. Anak li’an ialah anak yang lahir dari seorang ibu yang dituduh zina (melakukan perbuatan zina) oleh suaminya, dan anak yang lahir itupun dinyatakan anak hasil perbuatan zina itu. Pernyataan itu dilakukan dalam suatu saling sumpah antara wanita ibu anak li’an tersebut dengan suaminya yang berakibat putusnya hubungan suami isteri itu dan haram untuk selama-lamanya melakukan rujuk atau pernikahan kembali. Akibat lain ialah tidak ditetapkannya anak tersebut sebagai anak laki-laki yang melakukan mula’anah itu, tetapi anak ibu yang melahirkannya, sehingga ia hanya bisa mewarisi harta ibunya saja serta kerabatnya ibu, tidak bisa mewarisi harta ayahnya.

Downloads

Download data is not yet available.

Downloads

Published

2012-06-30

How to Cite

Darmawan, . D. (2012). PUSAKA ANAK DALAM KANDUNGAN, ANAK ZINA DAN ANAK LI’AN. AL-HUKAMA: The Indonesian Journal of Islamic Family Law, 2(1), 1–18. https://doi.org/10.15642/al-hukama.2012.2.1.1-18

Issue

Section

Articles