@article{Farida_2021, title={Konstitusionalitas Pembubaran Organisasi Kemasyarakatan Melalui Surat Keputusan (Beschikking)}, volume={24}, url={https://jurnalfsh.uinsby.ac.id/index.php/qanun/article/view/1222}, DOI={10.15642/alqanun.2021.24.1.170-197}, abstractNote={<p>This article examines the ratio legis of the existence of community organizations in Indonesia and the position of the State Administrative Decision (KTUN) in the dissolution of mass organizations in Indonesia. The research method used in this study is the normative legal research and described by qualitatively. The results of the study explained that the existence of mass organizations was the right of freedom given directly by Article 28E paragraph (3) of the 1945 Constitution of the 1945 Constitution which later received direct legitimacy by Law Number 16 of 2017. Unfortunately in the law, the provisions of the dissolution of community organizations through the mechanism Justice is abolished. This gave the affirmation of the government’s efforts in treating mass organizations as biological children from people’s sovereignty doubtful. Another note which later became the Logical Falacy in the Act was, assuming that KTUN had a higher position compared to the 1945 Constitution As a listed in Article 28E paragraph (3) of the 1945 Constitution of the NRI. So the authors conclude the mechanism of dissolution of community organizations must pass the judicial adjudication process first for obtaining the essence of the legal state desired by Indonesia.</p> <p> </p> <p><strong>Abstrak: </strong>Artikel ini mengkaji terhadap ratio legis keberadaan organisasi kemasyarakatan di Indonesia dan kedudukan Keputusan Tata Usaha Negara (KTUN) dalam pembubaran ormas di Indonesia. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini ialah hukum normatif yang diuraikan secara ekploratif-kualitatif. Hasil penelitian menjelaskan bahwa keberadaan ormas merupakan hak kebebasan yang diberikan lansung oleh Pasal 28E ayat (3) UUD NRI Tahun 1945 yang kemudian mendapat legitimasi langsung oleh Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2017. Sayangnya dalam undang-undang tersebut, ketentuan pembubaran organisasi masyarakat melalui mekanisme peradilan dihapuskan. Hal tersebut memberi penegasan ikhtiar pemerintah dalam merawat ormas sebagai anak kandung dari kedaulatan rakyat diragukan. Catatan lain yang kemudian menjadi <em>logical falacy</em> dalam undang-undang tersebut adalah, menganggap bahwa KTUN memiliki kedudukan yang lebih tinggi dibandingkan dengan UUD NRI 1945. Pembubaran ormas melalui pencabutan status badan hukum oleh Menteri Hukum dan HAM melalui KTUN dianggap pantas menderogasi hak dasar berserikat dan berkumpul sebagaimana tercatat dalam Pasal 28E ayat (3) UUD NRI Tahun 1945. Sehingga penulis berkesimpulan mekanisme pembubaran organisasi masyarakat harus melewati proses ajudikasi peradilan terlebih dahulu untukkemudian mendapatkan esensi negara hukum yang dikehendaki Indonesia.</p> <p> </p>}, number={1}, journal={Al-Qanun: Jurnal Pemikiran dan Pembaharuan Hukum Islam}, author={Farida, Anis}, year={2021}, month={Jun.}, pages={170–197} }