Al-Jinayah : Jurnal Hukum Pidana Islam https://jurnalfsh.uinsby.ac.id/index.php/HPI <p>Al-Jinayah: Jurnal Hukum Pidana Islam is a high-quality open access, double-blind peer-reviewed law journal published by the Faculty of Sharia and Law, State Islamic university (UIN) of Sunan Ampel Surabaya twice times a year in June and December. The specialty of this journal is that it publishes articles in contemporary legal studies with an interdisciplinary approach, whether from an political, socio-cultural and other related field, both in Indonesian studies and in global perspectives. The <em>Journal</em> publishes articles (Research and Review Article) and Book Review. The language used in Bahasa and English.</p> <p>Al-Jinayah: Jurnal Hukum Pidana Islam is Nationally Accredited (Accreditation Rank III) by the Minister of Research and Technology/National Research and Innovation Agency of the Republic of Indonesia Decision No. 158/E/KPT/2021 (2021-2025). The accreditation certificate can be downloaded <a href="https://drive.google.com/file/d/1iRrPZUDOjtOPurQEVX2GlJQJezttthp_/view">here</a>.</p> en-US jurnaljinayah@uinsa.ac.id (Al-Jinayah : Jurnal Hukum Pidana Islam) moh.bagus@uinsa.ac.id (Moh. Bagus, M.H) Thu, 07 Dec 2023 00:00:00 +0000 OJS 3.3.0.10 http://blogs.law.harvard.edu/tech/rss 60 Criminal Law Reform in Indonesia : The Perspective on Freedom of Expression and Opinion https://jurnalfsh.uinsby.ac.id/index.php/HPI/article/view/1871 <div><em><span lang="EN-US">This article aims to discuss several criminal acts in the Indonesian Criminal Code that directly correlate with the right to freedom of expression and opinion. The analysis of these crimes employs the perspective of international human rights norms to assess the extent to which the mission of criminal law reform has been implemented in the reformulation process. This research uses a normative legal approach with statutory and conceptual approaches. The results of this study reveal that several criminal acts raise concerns regarding democratization and decolonization missions. These acts include the crime of attacking the dignity of the President and Vice President, the crime of participating in demonstrations, the crime of defaming the government and public control, the crime of defamation, and the crime of spreading disinformation. Although the crime of blasphemy has undergone significant transformation, it still possesses punitive potential if not restricted to material offenses. Moreover, the criminal act of disinformation requires further harmonization with the ITE Law. The incompatibility with the above missions confirms that some of these offences are disproportionate and potentially threaten freedom of expression and opinion.</span></em></div> Moh. Fadhil Copyright (c) 2023 Al-Jinayah : Jurnal Hukum Pidana Islam http://creativecommons.org/licenses/by-nc/4.0 https://jurnalfsh.uinsby.ac.id/index.php/HPI/article/view/1871 Thu, 07 Dec 2023 00:00:00 +0000 Sanksi Catcalling Menurut Hukum Positif dan Hukum Islam https://jurnalfsh.uinsby.ac.id/index.php/HPI/article/view/1787 <p>Adapun maksud dari artikel ini adalah untuk mengetahui Pandangan Hukum Positif dan Hukum Pidana Islam terkait dengan tindakan catcalling serta sanksi dari perbuatan tindak pidana catcalling menurut hukum positif dan hukum islam. Motivasi penulis untuk membahas permasalahan ini ialah dilatarbelakangi dengan banyaknya masyarakat yang menjadi korban catcalling tetapi mereka tidak melaporkan ke pihak yang berwajib di karenakan mereka tidak mengetahui sanksi yang telah di tetapkan oleh pemerintah. Mereka juga menganggap hal itu biasa saja bahkan ada beberapa yang merasa bangga dengan godaan catcaller. Metode penlitian dalam artikel ini menggunakan penelitian empiris dan teknik analisa data menggunakan pendekatan kualitatif. Data yang diperoleh dari dokumen kemudian ditinjau dengan referensi dari buku, jurnal, artikel hukum positif dan hukum islam. Setelah dilakukan penelitian ini dapat diambil kesimpulan bahwasannya catcalling dalam hukum positif merupakan suatu tindak pidana pelecehan seksuak secara verbal dengan hukuman yang telah diatur dalam UU Nomor 12 Tahin 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS) yang terdapat pada pasal 5. Sedangkan didalam hukum Islam catcalling disebut juga sebagai penghinaan karena di dalam penghinaan terdapat unsur-unsur catcalling yang dihukum dengan hukuman takzir yaitu hukuman ditentukan oleh penguasa/ hakim</p> Muhammad Ridha, Dhea Permata, Rika Aryati, Andriyaldi Andriyaldi Copyright (c) 2023 Al-Jinayah : Jurnal Hukum Pidana Islam http://creativecommons.org/licenses/by-nc/4.0 https://jurnalfsh.uinsby.ac.id/index.php/HPI/article/view/1787 Thu, 07 Dec 2023 00:00:00 +0000 Implementasi Separation of Power dalam Pemberhentian Hakim Mahkamah Konstitusi oleh DPR https://jurnalfsh.uinsby.ac.id/index.php/HPI/article/view/1821 <p>Artikel ini membahas implementasi pemisahan kekuasaan dalam konteks pemecatan Hakim Konstitusi Aswanto oleh DPR. Dengan menggunakan metode penelitian kepustakaan, penulis menyelidiki sejarah, teori pemisahan kekuasaan, dan proses pemecatan hakim konstitusi. Keputusan DPR untuk mencopot Aswanto setelah Mahkamah Konstitusi mengeluarkan keputusan kontroversial menimbulkan perdebatan terkait kewenangan dan prosedur. Dalam perumusan masalah, penelitian mencari pemahaman tentang implementasi pemisahan kekuasaan dalam pemecatan hakim konstitusi. Metode penelitian kepustakaan dipilih untuk mendapatkan landasan teoritis yang kuat. Pembahasan menguraikan sejarah pembentukan Mahkamah Konstitusi, perubahan peraturan, dan prinsip pemisahan kekuasaan menurut Montesquieu. Artikel menyajikan kasus konkret pemecatan Aswanto, termasuk alasan DPR, respons masyarakat sipil, dan tanggapan Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad. Proses pemecatan, dari evaluasi Komite III hingga sidang paripurna DPR, diuraikan secara komprehensif. Terdapat penjelasan mengenai pertimbangan hukum Mahkamah Konstitusi terkait batas waktu jabatan hakim konstitusi. Kesimpulan menyoroti ketidaksepakatan antara Mahkamah Konstitusi dan DPR, dengan Presiden menegaskan kepatuhan pada konstitusi. Tindakan DPR dianggap tidak sah karena melanggar prosedur pemecatan yang diatur. Penulis menyarankan peninjauan kembali tanggung jawab dan hak masing-masing badan serta menghindari tindakan yang dapat melemahkan kekuasaan dan wibawa organisasi lain.</p> Elisa Eka Andriyani Copyright (c) 2023 Al-Jinayah : Jurnal Hukum Pidana Islam http://creativecommons.org/licenses/by-nc/4.0 https://jurnalfsh.uinsby.ac.id/index.php/HPI/article/view/1821 Thu, 07 Dec 2023 00:00:00 +0000 Dekolonisasi Pemikiran dan Efektivitas Penegakan HAM dalam perspektif Abdullahi Ahmed An-Naim https://jurnalfsh.uinsby.ac.id/index.php/HPI/article/view/1906 <p>Hak Asasi Manusia (HAM) merupakan isu yang selalu muncul dalam kajian hukum, hukum Islam, dan ilmu-ilmu sosial. Sejak awal, hak asasi manusia telah dianggap sebagai hak pertama dan utama manusia dan oleh karena itu harus dilindungi dan diatur untuk menghindari perdebatan tentang ruang lingkup keberadaannya. Artikel ini berfokus pada tanggapan Abdullahi Ahmed an-Naim melalui gagasan dekolonisasi pemikiran hak asasi manusia dan potensi kekuatan kelompok sosial-politik dalam penegakan hak asasi manusia. An-Naim menunjukkan bahwa terminologi HAM modern sering kali secara dramatis merujuk pada konsep HAM Eropa daripada klaim universalitas yang selama ini disampaikan. Oleh karena itu, perlu adanya dekolonisasi pemahaman baru mengenai HAM yang sesuai dengan persepsi lokal untuk penegakan yang efektif. An-Naim juga menyatakan dekolonisasi merupakan posisi alternatif untuk menumbuhkan partisipasi kekuatan sosial alternatif dalam masyarakat.</p> Ah Fajruddin Fatwa Copyright (c) 2023 Al-Jinayah : Jurnal Hukum Pidana Islam http://creativecommons.org/licenses/by-nc/4.0 https://jurnalfsh.uinsby.ac.id/index.php/HPI/article/view/1906 Thu, 07 Dec 2023 00:00:00 +0000 Perlindungan Hukum Anak yang Berkonflik dengan Hukum dalam Perspektif Fiqh Jinayah https://jurnalfsh.uinsby.ac.id/index.php/HPI/article/view/1873 <p>Tujuan dari penulisan artikel ini adalah mendeskrisikan dan menganalisa bentuk konkrit perlindungan hukum bagi anak, khususnya Anak yang Berkonflik dengan Hukum (ABH), baik dalam hukum pidana positif maupun dalam Hukum Pidana Islam. Di akhir tulisan disimpulkan bahwa dasar hukum perlindungan hukum ABH secara internasional adalah Convention of Rights of Child 1989, sedangkan secara nasional adalah Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, yang secara spesifik terdapat dalam Undang-undang Nomor 11 tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak. Berikutnya, bentuk konkrit perlindungan kepada ABH adalah pemberian kekhususan pada pelaku pidana anak, berupa: (1) hak-hak anak dalam proses peradilan pidana, (2) pengaturan secara tegas mengenai keadilan restoratif dan diversi, (3) penjatuhan sanksi yang tepat untuk kepentingan terbaik bagi anak, (4) adanya Lembaga Pembinaan Khusus Anak (LPKA). Sedangkan, dalam Hukum Pidana Islam status ABH terkait dengan faktor-faktor yang menyebabkan “terhapusnya sanksi pidana” bagi pelaku jarimah, yang terkait dengan dua unsur, yaitu: (1) memiliki daya pikir (iradah) dan (2) memiliki pilihan (ikhtiyar). Sehingga, anak yang belum baligh ketika melakukansuatu jarimah tidak bisa dikenakan sanksi pidana, dan jika ada kerugian perdata maka sanksi perdata bisa dibebankan kepada orang tua atau walinya. Namun hakim bisa menjatuhkan sanksi sebagai pengajaran, jika dianggap berguna bagi anak tersebut.</p> Nafi' Mubarok Copyright (c) 2023 Al-Jinayah : Jurnal Hukum Pidana Islam http://creativecommons.org/licenses/by-nc/4.0 https://jurnalfsh.uinsby.ac.id/index.php/HPI/article/view/1873 Thu, 07 Dec 2023 00:00:00 +0000 Dehumanisasi Hukuman Mati Bagi Pengedar Narkotika di Indonesia Menurut Hukum Islam https://jurnalfsh.uinsby.ac.id/index.php/HPI/article/view/1881 <p>Tujuan penelitian ini untuk mengetahui sejauh apa kesan dehumanisasi yang timbulkan dalam penerapan hukuman mati pada pengedar narkotika dan untuk mengetahui respons hukum Islam menyikapi penerapan hukuman mati bagi pengedar narkotika secara humanis. Metode penelitian hukum ini bersifat normatif dengan pendekatan studi literature dengan analisis data kualitatif dari data primer dan sekunder yang bersifat induktif. Hasil penelitian menyimpulkan, pertama, bahwa kesan dehumanisasi didasari pada dampak sejarah eksekusi mati yang kelam dari masa ke masa, kemunculan gerakan-gerakan penegak Hak Asasi Manusia yang semakin marak di beberapa negara, implementasi aturan-aturan berskala internasional yang melarang hukuman mati, bentuk penolakan grasi dan berbagai bentuk perbuatan pengedaran yang digeneralisir hukumannya. Kedua, secara makna tekstual ayat al-Qur`ān untuk pengedar narkotika dapat dikategorikan sebagai makna fasādan fī al-ardhi dalam ranah hukuman ta’zīr yang masih terbuka hak grasi dan penuntutan keringanan hukuman di pengadilan. Namun secara kontektual dikategorikan hukumannya secara beragam dan fleksibel, sebagai ḥirābah (perampokan), al-baghyu dan peminum khamar (syirb al-khamr). Sebagai solusi hukum alternatif diharapkan dapat mencerminkan penerapan hukuman yang humanis bagi pengedar narkotika.</p> Maizul Imran, Arsal Arsal, Sri Wahyuni Copyright (c) 2023 Al-Jinayah : Jurnal Hukum Pidana Islam http://creativecommons.org/licenses/by-nc/4.0 https://jurnalfsh.uinsby.ac.id/index.php/HPI/article/view/1881 Thu, 07 Dec 2023 00:00:00 +0000 Fenomena Preman Berkelompok di Indonesia (Bentuk Praktik Hirabah dalam Hukum Islam) https://jurnalfsh.uinsby.ac.id/index.php/HPI/article/view/1955 <p>Preman berkelompok di Indonesia membahayakan karena seringkali memiliki suatu hierarki kepemimpinan dan pengaruh atas suatu wilayah. Ada yang sifatnya terorganisir dengan suatu pengaruh politis di teritori tertentu. Hal ini membuat mereka lebih mudah melakukan kejahatan bermotif keuntungan ekonomi. Secara terang-terangan mereka dapat melakukan kejahatan seperti memeras, merampok, dan menggelapkan. Untuk menjelaskan kompleksitas kejahatan premanisme, dapat digunakan doktrin kejahatan terorganisir. Doktrin ini dapat menjadi pisau analisis untuk membongkar kompleksitas kejahatan ini. Maka, secara hukum, penyertaan dan pertanggungjawaban pidana untuk anggota kelompok preman dapat diinvestigasi lebih lanjut. Dalam pidana Islam, jarimah hirābah dapat digunakan untuk preman. Menurut para fukaha, hirābah sering dijabarkan sebagai bandit/begal, namun secara esensi hirābah bermakna gangguan keamanan masyarakat, yang merupakan deskripsi tepat untuk beberapa jenis preman. Tulisan ini menggunakan metode doktrinal dan kaidah ushul fiqh untuk menemukan kesamaan unsur kejahatan premanisme berkelompok dengan hirābah . Kejahatannya yang berkelompok, menimbulkan kekacauan dan ketakutan, dan mengandung unsur politik. Untuk itu, perlu adanya pengadopsian model pertanggungjawaban dan pemidanaan yang telah dirumuskan dalam hukum Islam.</p> Abdul Karim Munthe, Virzana Mutiara Hanifa, Ibrahim Ghifar Hamadi, Chintia Azahra Nurfaiza Copyright (c) 2023 Al-Jinayah : Jurnal Hukum Pidana Islam http://creativecommons.org/licenses/by-nc/4.0 https://jurnalfsh.uinsby.ac.id/index.php/HPI/article/view/1955 Thu, 07 Dec 2023 00:00:00 +0000