Implikasi Kriteria Visibilitas Hilal Rekomendasi Jakarta 2017 Terhadap Penanggalan Hijriah di Indonesia

Authors

  • Novi Sopwan UIN Sunan Ampel Surabaya
  • Abu Dzarrin Al-Hamidy UIN Sunan Ampel Surabaya

DOI:

https://doi.org/10.15642/azimuth.2020.1.1.52-73

Abstract

Abstrak:         Sabit Bulan Muda (hilal) dipergunakan sebagai acuan dalam berbagai sistem penanggalan Bulan, misalnya penanggalan Hijriah/Islam, Hindu, Yahudi, dan sebagainya. Dalam upaya untuk mewujudkan kesatuan umat dengan kalender yang unifikatif secara global dan meminimalisasi terjadinya perbedaan antar negara dalam pelaksanaan ibadah berdasarkan penentuan awal bulan Hijriah, diusulkan kriteria  tunggal yaitu ketinggian hilal minimum 3 derajat dan elongasi minimal 6,4 derajat yang disebut dengan rekomendasi Jakarta. Rekomendasi Jakarta 2017 merupakan kompromi kriteria penanggalan Islam dengan hasil terbaru dari kompilasi data pengamatan hilal yang paling tipis secara empirik. Usulan kriteria baru ini mengkondisikan hilal ke dalam estimasi posisi hilal yang yang lebih tinggi dibandingkan kriteria MABIMS sebelumnya. Dari telaah awal pada penentuan awal bulan hijriah tahun 1440, terdapat perbedaan penentuan antara rekomendasi Jakarta dengan kriteria MABIMS sebanyak 3 bulan yaitu Safar, Jumadil Awal, dan Zulhijjah. Perbedaan tersebut tidak termasuk perbedaan penentuan antara MABIMS dan wujudul hilal sebanyak 2 bulan yaitu Rabiul Akhir, dan Syaban. Telaah ini dapat menggambarkan kemungkinan perbedaan awal penentuan bulan dalam penanggalan Islam akibat adanya beberapa kriteria yang digunakan.

Kata kunci:    Kriteria visibilitas hilal, kriteria MABIMS, rekomendasi Jakarta 2017

 

Abstract:        Young Crescent (hilal) is used as a reference in various lunar calendar systems, for example the calendar of Hijri / Islam, Hinduism, Judaism, and so on. In an effort to realize the unity of the people with a globally unified calendar and minimize differences between countries in the implementation of worship based on the determination of the beginning of the Hijri month, a single criterion is proposed, namely a minimum hilal height of 3 degrees and a minimum elongation of 6.4 degrees called the Jakarta recommendation. The 2017 Jakarta recommendation is a compromise of Islamic dating criteria with the latest results from the empirical thinnest observation of the hilal observation data. This proposed new criteria conditions the new moon to estimate the new moon position which is higher than the previous MABIMS criteria. From the preliminary study on the determination of the beginning of the Islamic calendar in 1440, there were differences in the determination between the Jakarta recommendations and the MABIMS criteria of 3 months, namely Safar, Jumadil Awal, and Zulhijjah. The difference does not include differences between the determination of MABIMS and wujudul hilal for 2 months, namely Rabiul Akhir, and Syaban. This study can illustrate the possibility of early differences in the determination of the month in the Islamic calendar due to the existence of several criteria used.

Keywords:      Hilal visibility criteria, MABIMS criteria, Jakarta recommendation 2017

Downloads

Download data is not yet available.

Downloads

Published

2020-01-30

How to Cite

Sopwan, N., & Al-Hamidy, A. D. (2020). Implikasi Kriteria Visibilitas Hilal Rekomendasi Jakarta 2017 Terhadap Penanggalan Hijriah di Indonesia. Azimuth: Journal of Islamic Astronomy, 1(1), 52–73. https://doi.org/10.15642/azimuth.2020.1.1.52-73

Issue

Section

Articles