Independensi Hakim Memutus Perkara Tindak Pidana Korupsi dalam Perspektif Perma No. 1 Tahun 2020 Jo. Undang-undang No. 48 Tahun 2009

Authors

  • Hermawan Hermawan Pasca Sarjana Universitas Sunan Giri Surabaya
  • Risa Sylvya Noerteta Pasca Sarjana Universitas Sunan Giri Surabaya
  • Hendra Setyawan Theja Pasca Sarjana Universitas Sunan Giri Surabaya

DOI:

https://doi.org/10.15642/alqanun.2021.24.1.145-169

Abstract

In carrying out their duties and functions, judges have independence from interference or intervention from any party, as known as judicial power which is independent or free from interference from any party in deciding cases as regulated in Law Number 48 Year 2009 concerning Judicial Power. The presence of the Supreme Court Regulation (PERMA) Number 1-=]p[‘[of 2020 concerning Guidelines for the Criminalization of Article 2 and Article 3 of the Law on the Eradication of Criminal Acts of Corruption will not affect the independence of judges for criminal acts of corruption in deciding and imposing crimes against defendants because judges are free to explore and express their beliefs in considering the category of state financial losses or the state economy, considering the aspect of error by determining the role of the defendant in committing a criminal act of corruption, the impact aspect by determining the impact resulting from the defendant's actions, and the aspect of profit from the value of the property obtained by the defendant from the corruption crime In the end, decisions can be made that reflect justice based on Pancasila and the values ​​that develop in society.

 

Abstrak: Dalam menjalankan tugas dan fungsinya, hakim memiliki kemerdekaan (independensi) dari campur tangan atau intervensi dari pihak manapun, sebagaimana yang dikenal dengan kekuasaan kehakiman yang merdeka atau bebas dari campur tangan pihak manapun dalam memutus perkara sebagaimana di atur dalam Undang-Undang Nomor 48 Tahung 2009 Tentang Kekuasan Kehakiman. Kehadiran Peraturan Mahkamah Agung (PERMA) Nomor 1 Tahun 2020 tentang Pedoman Pemidanaan Pasal 2 dan Pasal 3 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi ini tidak akan mempengaruhi independensi hakim tindak pidana korupsi dalam memutus dan menjatuhkan pidana terhadap terdakwa karena hakim bebas dalam menggali dan mengkespresikan keyakinannya dalam mempertimbangkan kategori kerugian keuangan negara atau perekonomian  negara, mempertimbangkan aspek kesalahan dengan menentukan peran terdakwa dalam melakukan tindak pidana korupsi, aspek dampak dengan menentukan dampak yang diakibatkan dari perbuatan terdakwa, dan aspek keuntungan dari nilai harta benda yang diperoleh terdakwa dari tindak pidana korupsi, yang pada akhirnya dapat diciptakan putusan yang mencerminkan keadilan berdasarkan Pancasila dan nilai-nilai yang berkembang di masyarakat.

 

Downloads

Download data is not yet available.

References

Adji, Oemar Seno. Peradilan Bebas Negara Hukum. Jakarta: Erlangga, 1985.

Adonara, Firman Floranta. ‘Prinsip Kebebasan Hakim Dalam Memutus Perkara Sebagai Amanat Konstitusi’. Jurnal Konstitusi 12, no. 2 (June 2015).

Bertens, Kees. Sejarah Filsafat Yunani. Yogyakarta: Kanisius, 1999.

Budiarto, Miriam. Aneka Pemikiran Tentang Kuasa Dan Wibawa. Jakarta: Sinar Harapan, 1991.

Devint, Agnes Asisi Marselle. ‘Jurnal: Pertimbangan Hakim Dalam Menjatuhkan Putusan Bebas Dalam Perkara Pidana Korupsi’. Uinversitas Atmajaya Yogyakarta. Accessed 3 January 2021. http://e-journal.uajy.ac.id/9125/1/JURNALHK11035.pdf.

Hoesein, Zainal Arifin. Kekuasaan Kehakiman Di Indonesia. Yogyakarta: Imperium, 2013.

Kusumaningrum, Rosalia Devi. ‘Jurnal: Putusan Ultra Petita Dalam Perkara Pidana’. Uinversitas Atmajaya Yogyakarta. Accessed 2 January 2021. https://core.ac.uk/download/pdf/94666286.pdf.

Mahfud MD, Moh. Membangun Politik Hukum Menengakkan Konstitusi. Jakarta: LP3ES, 2006.

Mertokusumo, Sudikno. ‘Kemandirian Hakim Ditinjau Dari Struktur Lembaga Kehakiman’. Accessed 29 December 2020. http://sudiknoartikel.blogspot.co.id/2008/03/kemandirian-hakim-ditinjau-daristruktur.html. diunduh pada tanggal.

Mubarok, Nafi’. ‘Penemuan Hukum Sebagai Pertimbangan Sosiologis Hakim Agama Dalam Menerapkan Hukum’. Al-Qānūn: Jurnal Pemikiran Pembaharuan Hukum Islam 17, no. 2 (Desember 2014).

———. Suplemen Pengetahuan Hukum Pidana. Surabaya: Fakultas Syariah dan Hukum UIN Sunan Ampel, 2017.

Muwahid. ‘Penerapan Hukuman Mati Bagi Pelaku Tindak Pidana Korupsi’. Al-Qānūn: Jurnal Pemikiran Pembaharuan Hukum Islam 18, no. 21 (Desember 2015).

Prodjodikoro, Wirjono. Asas-Asas Hukum Pidana. Bandung: Refika Aditama, 2003.

Santoso, M. Agus. ‘Kemandirian Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Dalam Sistem Ketatanegaraan Di Indonesia’. Yustisia 1, no. 3 (September 2012).

Sektiekaguntoro. ‘Ultra Petita Dalam Perkara Pidana’. Accessed 2 January 2021. https://sektiekaguntoro.wordpress.com/2014/07/01/ultra-petita-dalam-perkara-pidana/.

Tim Penyusun. Penemuan Hukum Dan Pemecahan Masalah Hukum. Jakarta: Proyek Pengembangan Teknis Yustisial Mahkamah Agung RI, 2010.

Downloads

Published

2021-06-07

How to Cite

Hermawan, Hermawan, Risa Sylvya Noerteta, and Hendra Setyawan Theja. 2021. “Independensi Hakim Memutus Perkara Tindak Pidana Korupsi Dalam Perspektif Perma No. 1 Tahun 2020 Jo. Undang-Undang No. 48 Tahun 2009”. Al-Qanun: Jurnal Pemikiran Dan Pembaharuan Hukum Islam 24 (1):145-69. https://doi.org/10.15642/alqanun.2021.24.1.145-169.