TRADISI POLIGAMI MASYARAKAT GANG WAYO KEDUNG BANTENG TANGGULANGIN SIDOARJO JAWA TIMUR

Authors

  • Zumrotul Laili

DOI:

https://doi.org/10.15642/al-hukama.2014.4.1.122-146

Keywords:

Tradisi, poligami, Gang Wayo, Sidoarjo

Abstract

Abstract: This article discusses the tradition of polygamy conducted by the community of Gang Wayo, village Kedung Banteng, Tanggulangan, Sidoarjo. Polygamy in this area is a habit and commonplace and even has been handed down since 1985. Among the motivations of conducting polygamy is because the perpetrator wanted to equalize the status of the other men who have more than one wife. It is an honor and pride for them in the middle of the community because by being able to take more than one wife, they will be considered as a real man. This habit was initially due to mimic neighboring polygamous family and so to the younger generation desires for doing polygamy. On the economic level, they are not sufficient to finance two wives even more, because in majority, they are worker and peasant. On the Islamic law perspective, a person is not recommended to do polygamy before they really understand the conditions in Islamic law, capable of fairly and must have a noble intention to worship by helping other women, not simply because of lust and ego to be considered as a real man.

Abstrak: Artikel ini membahas tentang tardisi poligami masyarakat Gang Wayo Desa Kedung Banteng Kecamatan Tanggulangin Kabupaten Sidoarjo. Poligami masyarakat Gang Wayo Desa Kedung Banteng Kecamatan Tanggulangin Kabupaten Sidoarjo adalah tradisi atau kebiasaan yang sudah lumrah dan bahkan sudah turun temurun sejak tahun 1985. Di antara motivasi tradisi poligami adalah karena para pelaku ingin menyamakan status dengan laki-laki lainnya yang punya istri lebih dari satu, hal ini adalah sebuah kehormatan dan kebanggaan tersendiri bagi mereka di tengah-tengah masyarakat karena dengan mampu beristri lebih dari satu, mereka akan dianggap lelaki sejati. Kebiasaan ini awalnya karena meniru tetangga dan keluarga yang berpoligami sehingga untuk generasi muda dengan sendirinya telah terbangun keinginan untuk berpoligami. Secara tingkat ekonomi, mereka belum memadai untuk membiayai dua istri bahkan lebih, karena pekerjaan mereka mayoritas buruh dan tani. Ditinjau dari hukum Islam, seseorang tidak dianjurkan berpoligami sebelum benar-benar memahami syaratnya secara syariat, mampu adil dan harus punya niatan mulia untuk ibadah menolong wanita lain, bukan karena semata-mata nafsu dan ego semata karena ingin memiliki status laki-laki sejati yang bisa memiliki banyak istri.


Downloads

Download data is not yet available.

How to Cite

Laili, Z. (2014). TRADISI POLIGAMI MASYARAKAT GANG WAYO KEDUNG BANTENG TANGGULANGIN SIDOARJO JAWA TIMUR. AL-HUKAMA: The Indonesian Journal of Islamic Family Law, 4(1), 122–146. https://doi.org/10.15642/al-hukama.2014.4.1.122-146

Issue

Section

Articles