Menimbang Kegentingan Memaksa sebagai Syarat Penerbitan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (PERPPU)

Authors

  • Zainatul Ilmiyah - UIN Sunan Ampel Surabaya
  • Mega Ayu Ningtyas UIN Sunan Ampel Surabaya
  • Elva Imeldatur Rohmah UIN Sunan Ampel Surabaya

DOI:

https://doi.org/10.15642/mal.v2i6.120

Abstract

Abstract: Government Regulation in place of Law as a legal product of the president whose authority is given attributively by the constitution should only be issued in circumstances of compelling urgency. However, there is still a debate about the meaning of the urgency of coercion. Based on the results of normative juridical research with a statutory, historical and conceptual approach in this study, it has been found that PERPPU can be said to be 'staatsnoodrecht' or subjective emergency law, which is the prerogative of the president. So that there are no benchmarks or limits regarding the requirements for determining matters of forcing urgency because PERPPU is a legal product that aims to fill legal voids in abnormal situations. The PERPPU is only valid temporarily for approximately one year until the next session of the DPR. This process serves as a checks and balances mechanism by the legislative power to neutralize it again by approving or rejecting the existence of PERPPU in the next session to be ratified into law. From the results of this study, the authors suggest that in making PERPPU, the president should look at Article 22 of the 1945 Constitution of the Republic of Indonesia and pay attention to signs of other laws and regulations in the same field. In ratifying PERPPU into law, the DPR should also pay attention to the content that must be contained in the law.

Keywords: PERPPU, urgency, emergency law

Abstrak: Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang sebagai produk hukum presiden yang kewenangannya diberikan secara atributif oleh konstitusi seharusnya diterbitkan hanya pada keadaan hal ihwal kegentingan memaksa. Namun masih menjadi perdebatan tentang pemaknaan mengenai hal ihwal kegentingan memaksa. Berdasarkan hasil penelitian yuridis normatif dengan pendekatan Perundang-Undangan, historis dan konsepsional dalam penelitian ini telah ditemukan bahwa PERPPU dapat dikatakan sebagai ‘staatsnoodrecht’ atau hukum darurat subyektif yang menjadi kewenangan prerogatif presiden. Sehingga tidak ada tolak ukur atau batasan mengenai persyaratan penetapan hal ihwal kegentingan memaksa. Hal ini karena PERPPU merupakan sebuah produk hukum yang bertujuan mengisi kekosongan hukum dalam situasi yang tidak nomal. Sehingga PERPPU hanya berlaku temporer dalam jangka waktu kurang lebih satu tahun hingga masa sidang DPR berikutnya. Proses ini sebagai mekanisme check and balances oleh kekuasaan legislatif untuk menentralisir kembali dengan menyetujui atau menolak keberadaan PERPPU dalam sidang berikutnya untuk disahkan menjadi undang-undang. Dari hasil penelitian tersebut penulis memberikan saran bahwa dalam pembuatan PERPPU, presiden hendaknya tidak hanya melihat Pasal 22 UUD NRI 1945 saja, tetapi juga memperhatikan rambu-rambu peraturan perundang-undangan lain yang sebidang. Dalam hal proses pengesahan PERPPU menjadi Undang-Undang, DPR hendaknya juga memperhatikan materi muatan yang harus ada dalam sebuah undang-undang.

Kata Kunci: PERPPU, kegentingan, hukum darurat

Downloads

Published

2021-12-17

How to Cite

-, Z. I., Ningtyas, M. A., & Rohmah, E. I. (2021). Menimbang Kegentingan Memaksa sebagai Syarat Penerbitan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (PERPPU). Ma’mal: Jurnal Laboratorium Syariah Dan Hukum, 2(6), 647–670. https://doi.org/10.15642/mal.v2i6.120

Issue

Section

Articles